Kamis, 03 April 2014

My FATHER and I (Bapaku dan Aku)

--- sebuah perbincangan antara aku dan Bapa-ku ---

Aku: Bapa, aku lelah berjalan seperti ini terus, mendaki bukit-bukit terjal ini, menuruni lembah yang licin berlumut, begitu banyak onak dan duri.

Bapa: Apa yang kau ingin Aku lakukan?

Aku: Tidak bisakah Kau membuatku terbang menikmati buaian awan-awan lembut di atas sana dan merasakan semilir angin mengelus wajah dan tubuhku yang letih?

Bapa: Bagaimana kalau kau terjatuh ketika mendarat nanti (Dia memandangkau sambil tersenyum menggoda, seperti layaknya seorang Ayah pada anak-nya)

Aku: Bukankah Kau bisa membuatku mendarat dengan aman?

Bapa: Ya, tentu saja Aku bisa. Memangnya kau ingin mendarat dimana?

Aku: (Dengan wajah tersipu-sipu malu) Mungkin tepat di halaman sebuah rumah kecil, di tepi sebuah danau kecil yang indah? Dan mungkin ada banyak rumpun bunga musim semi bermekaran di sana dengan warna-warni yang semarak dan pastinya ada bau harum yang menyenangkan. Kalau boleh, bisa juga Engkau tambahkan sekumpulan angsa-angsa liar yang asik bercengekerama sambil meluncur indah di ketenangan air danau itu? Dan..., mungkin juga suara burung-burung yang bernyanyi di antara sejuknya pepohonon?

Bapa: Itu baik.

Aku: (Dengan tersenyum puas) Benarkah? Oh Bapa, Engkau benar-benar mengerti keinginan hatiku.

Bapa: Yah, tapi itu bukan yang terbaik.

Aku: (Dengan wajah kecut dan heran) Mengapa Bapa? Tadi kata-Mu itu baik?

Bapa: (Dengan senyum khas-Nya yang lembut dan membujuk) Anak-ku, Aku tidak akan membuatmu terbang di antara awan-awan itu sekalipun Aku mampu. Aku mau kau berjalan di sini BERSAMAKU, agar kau memiliki waktu berbicara dengan-Ku. Dengan demikian, kau bisa semakin mengenal Aku dan menjadi serupa seperti Aku. Karena Aku ini Bapamu dan kau adalah anak-Ku, kau harus menjadi serupa dengan Aku. Itu adalah inti dari perjalanan ini. Lagipula, tidakkah kau sadari ketika kakimu penat dan terluka, Aku selalu ada untuk membebat lukamu dan bahkan menggendongmu. Aku rindu kau mengenal-Ku dan satu-satunya cara untukmu mengenal-Ku adalah di dalam perjalanan ini. Kita berdua, kau dan Aku, anak-Ku.

Aku: (Aku mulai menangis karena lelah tapi juga terharu) Bapa, tapi apakah aku akan kuat?

Bapa: Kau pasti kuat, bukankah ada Aku? Aku tidak akan membiarkanmu jatuh tergeletak. Rahasianya adalah, daripada engkau berkeluh-kesah dan memofokuskan diri dengan semua kesulitan yang KITA lalui, mengapa kau tidak mencoba menikmati pembicaraan kita dan sesekali mengangkat kepala melihat-lihat dan menikmati sekelilingmu. Ada banyak hal yang indah yang kita lalui bersama? Kau berkata tentang sebuah rumah kecil di tepi danau, bukankah kita sudah melewatinya? Rumpun bunga-bunga musim semi? Burung-burung di antara kesejukan pohon? Bagaimana mungkin kau melewatkannya? (Dia tersenyum mengingatkanku).

Aku: Bapa, Engkau selalu saja benar. Memang aku terlalu sibuk dengan bukit-bukit terjal dan lembah yang licin berlumut ini, belum lagi onak dan duri. Tapi Kau benar, ada banyak hal indah yang kita lalui bersama. Sepertinya aku memang telah melewatkan sebagian besar keindahan itu.

Bapa: Nah, benar kan? Sudah, jangan khawatir lagi! Nanti kalau kau kelelahan, Aku akan menggendongmu dan akan menceritakan tentang Aku dan Rumah yang kita tuju.

Aku: Bapa, apakah kita menuju rumah kecil di tepi danau yang tadi aku impikan?

Bapa: Bukan anak-Ku, aku sedang membawamu ke istana-Ku. Dan kau tahu? Itu istana-Mu juga, karena kau adalah anak-Ku dan kau adalah pewaris kerajaan-Ku. Sebuah rumah kecil di tepi danau tidak pantas untukmu, karena engkau adalah anak Raja. Hanya saja aku memang sengaja mengutusmu ke tempat ini, supaya engkau berlatih dengan giat dan menjadi kuat. Dengan demikian, ketika engkau Aku bawa kembali masuk ke dalam istana-Ku, kau menjadi layak memerintah bersama-sama dengan Aku. (Bapa terdiam sejenak dan kemudian Dia melanjutkan sambil tersenyum membujuk lagi, senyum yang sangat aku sukai, senyum yang membuat aku merasa sangat dikasihi oleh-Nya) Lagipula, Aku selalu mendampingimu kan? Aku tidak pernah meninggalkanmu sendirian karena engkau adalah anak yang Ku-kasihi dan Aku adalah Bapa-mu. Ya, aku seorang Bapa yang baik bagimu meskipun terkadang kau tidak mengerti.

Aku: Terimakasih Bapa, memang benar kalau aku ingat-ingat lagi, Engkau begitu baik bagi-Ku. Tapi Bapa, sekarang kakiku begitu lelah, bolehkah Engkau menggendongku sebentar saja? (Seperti biasa dengan ekspresi wajah setengah merajuk, aku mulai berkeluh-kesah lagi)

Bapa: (Dia tersenyum lembut dan mengecup keningku) Anakku, ini Aku sedang menggendongmu, tidakkah kau menyadarinya? Rasa lelah di kakimu akan berangsur pulih dan nanti kau harus berjalan lagi untuk melatih kekuatan otot-otot kakimu. Tapi sementara ini, biarlah Aku menggendongmu sampai kekuatanmu pulih. Sekarang, tutuplah matamu dan beristirahatlah, besok pagi kita akan berbincang-bincang lagi.

Aku: (Menutup mataku dengan tenang, aman, dan nyaman) Terimakasih Bapa, aku mencintai-Mu. (Akupun tertidur dalam gendongan-Nya).

Bapa: Aku mencintaimu lebih dari apapun anak-Ku, kekasih hati-Ku. Bahkan hidup-Ku sendiri telah kuserahkan demi engkau.

Keesekokan harinya aku sudah berjalan lagi dengan kekuatan baru yang sudah dipulihkan karena semalaman Bapaku menggendongku. Aku masih sering tergelincir dan jatuh, tapi setiap kali aku kesulitan dengan senang hati aku akan meraih tangan-Nya dan bersandar pada kekuatan-Nya sehingga aku tidak perlu tergeletak. Dan sesekali ketika aku benar-benar kelelahan, dia tetap menggendong aku bahkan sampai putih rambutku. Dan selama perjalanan itu kami terus berbincang-bincang sehingga aku semakin mengenal Dia dan suatu saat nanti aku bukan menjadi orang asing di Rumah-Nya tapi aku adalah Anak-nya, Pewaris Kerajaan-Nya.

Bapa di dalam nama Tuhan Yesus, ini adalah doa dari kedalaman hatiku.

Tangerang, 3 April 2014
JPS @ http://kayukompas.blogspot.com www.facebook.com/kayukompas