Jumat, 14 Juni 2013

Seorang Anak ‘Haram’ Dengan Ibunya [Part 1: Anak 'Haram']

IBU, BENARKAH AKU ANAK HARAM?

*** Sebuah dukungan untuk anak-anak ‘haram’ yang sama sekali tidak haram. You were born just pure and precious! ***

Ibu, tadi siang aku bermain dengan teman-teman. Kami tertawa bersama, berlarian ke sana-kemari, jatuh dan terduduk, dan kami terus saja tertawa. Kami berjalan menyusuri jalan kecil itu Bu. Jalan yang sering kita lalui kalau Ibu mengajakku menemani Ibu mencuci pakaian di sungai. Tapi aku tidak sampai ke sungai, karena aku ingat pesan Ibu. Ibu bilang, aku tidak boleh bermain sendiri ke sungai. Jadi, aku menunggu teman-temanku di tepi jalan itu ketika mereka bermain ke sungai.

Sambil menunggu, aku memetik banyak sekali bunga-bunga yang indah. Aku mengumpulkannya untuk Ibu. Aku tahu Ibu suka sekali yang berwarna merah muda bukan? Tapi, Ibu juga suka yang berwarna kuning, yang ungu, putih, dan biru muda. Jadi aku petik saja semuanya sekalian. Dengan demikian aku bisa membawa semua warna kesukaan Ibu. Kalau Ibu kembali ke rumah nanti, aku akan berikan untuk Ibu. Pasti Ibu senang sekali.

Aku senang ketika Ibu tersenyum. Senyum Ibu manis sekali. Gigi Ibu putih, besar-besar, dan rapih. Tidak seperti gigiku, kecil-kecil dan mulai keropos. Aku ingin nanti gigiku putih, besar, dan rapih seperti Ibu. Aku ingat cerita Ibu tentang seorang malaikat penjagaku. Kata Ibu, malaikat itu begitu cantik dan indah. Dia selalu tersenyum menjagaku kemanapun aku melangkah. Tapi Bu, aku tidak pernah melihat malaikat itu. Aku ingin tahu, apakah senyumnya seindah senyum Ibu. Aku juga ingin tahu apakah dia secantik Ibu. Dan, aku lebih ingin tahu lagi apakah dia menyanyangi aku sama seperti Ibu.

Ibu, aku ingin Ibu cepat pulang. Aku rindu Ibu. Aku ingin dipeluk oleh Ibu. Aku ingin Ibu mendengarkan ceritaku seperti biasa ketika Ibu menidurkanku. Aku bangga punya Ibu yang kuat. Walaupun ibu sudah bekerja seharian, tapi Ibu tidak pernah lelah untuk mendengarkan ceritaku. Ibu tidak lelahkan Bu? Kata temanku, Ibunya tidak kuat seperti Ibu. Ibunya selalu marah-marah setiap kali temanku ingin bercerita. Kata dia Ibunya selalu mengeluh capek. Kasihan temanku, coba dia menjadi anak Ibu pasti dia akan senang sekali seperti aku.

Oh iya Bu, aku ingin bercerita tentang hari ini. Hari ini hatiku sedih. Tadi siang, sepulang bermain, salah seorang temanku dimarahi oleh Ibunya. Kata Ibunya, temanku itu tidak boleh bermain lagi denganku. Kasihan temanku Bu, padahal dia anak yang baik. Aku suka bermain dengannya. Aku tidak mengerti, kata Ibunya aku anak haram!

Apa arti anak haram Bu? Aku tahu arti anak manis, anak baik, dan anak kesayangan. Tapi, aku tidak tahu arti anak haram. Kenapa Ibu itu menyebut aku anak haram? Kalu Ibu tahu arti anak haram, Ibu boleh beritahu aku. Jadi aku tidak perlu bertanya-tanya lagi. Tapi kalau Ibu tidak tahu, tidak mengapa.
Ibu, benarkah aku anak haram? Kata Ibu aku adalah anak manis, anak baik, dan anak kesayangan. Tidak pernah sekalipun Ibu menyebutku anak haram. Tapi mereka, para Ibu itu, sering mengatai aku anak haram. Bukan sekali ini saja Bu, tapi berulangkali.

Setiap kali mereka mengatai aku anak haram, mereka memandangku dengan jijik. Ibu ingat ketika kita menemukan bangkai tikus di dapur rumah kita? Waktu itu aku begitu khawatir dan takut melihat wajah Ibu. Tidak pernah Ibu seperti itu sebelumnya. Kata Ibu, saat itu Ibu jijik sekali. Mereka memandangku seperti itu.

Tapi kenapa mereka memandangku seperti itu Bu? Apakah mereka jijik melihat aku? Apakah aku sama seperti bangkai tikus? Padahal aku tidak busuk dan tidak berbau kan Bu? Ibu selalu memandikan aku dengan sabun mandi kita yang harum. Aku menjadi harum semerbak seperti bunga bermekaran. Itu kata Ibu. Aku tersenyum setiap kali Ibu mengendus tubuhku dan menghirup wangiku dalam-dalam. Kata Ibu, dengan begitu Ibu bisa meresapi diriku sepenuhnya.

Tapi sudahlah Bu, aku tidak peduli kata mereka. Selama kata Ibu aku ini adalah anak manis, anak baik, dan anak kesayangan. Bagiku itu sudah cukup.

Satu lagi Bu, bagaimana dengan pelacur? Aku juga tidak mengerti arti pelacur. Kata mereka Ibu juga sama seperti pelacur. Kata mereka lagi, seorang pelacur dan anak haram tidak pantas untuk dijadikan teman. Aneh sekali Bu, akhir-akhir ini banyak kata-kata yang aku tidak mengerti dan tidak pernah aku dengar dari mulut Ibu.

Apakah pelacur itu seperti Ibu? Seorang perempuan yang begitu mencintai aku. Seorang perempuan yang rela mengorbankan hidupnya untuk aku? Kalau benar pelacur itu seperti Ibu, aku suka dengan pelacur. Semoga semua Ibu di dunia ini menjadi pelacur seperti Ibu. Kasihan teman-temanku yang Ibunya bukan pelacur.

Ibu, aku juga rindu Ayah. Kata Ibu, aku tidak boleh rindu kepada Ayah. Kenapa Bu? Aku belum pernah bertemu Ayah. Aku belum pernah memanggil Ayah seumur hidupku. Aku ingin seperti teman-temanku yang bisa berlarian menghambur ke pelukan Ayah mereka setiap kali Ayah mereka tiba di rumah. Ibu, apakah pelukan seorang Ayah nyaman seperti pelukan Ibu? Apakah Ayah juga suka mengendus dan menghirup wangi tubuhku? Kemana Ayah Bu?

Ini juga membuatku bingung Bu. Setiap kali aku berbicara tentang Ayah, Ibu selalu menangis. Kenapa Bu? Aku menyanyangi Ibu, aku tidak ingin Ibu menangis. Maafkan aku Bu. Aku berjanji, mulai hari ini aku tidak akan pernah bertanya tentang Ayah lagi. Biarlah aku merindukan Ayah di dalam hatiku yah Bu. Siapa tahu, Ayah mendengarkan rinduku di dalam hatinya dan dia datang menemuiku. Aku akan berlari menghambur ke pelukannya. Tapi Ibu jangan cemburu, aku tetap akan menyanyangi Ibu. Aku hanya rindu Ayah kok Bu. Besok aku akan peluk Ibu lagi. Mungkin Ayah dan Ibu bisa memelukku berdua?

Ibu, aku mulai mengantuk. Ibu belum datang juga. Aku menunggu Ibu. Bunga-bunga yang tadi kupetik sudah mulai layu. Tapi pasti Ibu masih suka sekali seperti biasa. Mungkin, malam ini aku hanya akan memberikan bunga itu untuk Ibu. Tidak perlu berbicara tentang anak haram, pelacur, dan Ayah. Mungkin Ibu sudah sedang tidak ingin aku ganggu. Lebih baik nanti kita berpelukan saja yah Bu. Ibu dan aku, berdua di dalam rumah kita. Itu sudah cukup.

Dari aku, anakmu: anak manis, anak baik, dan anak kesayangan!.

[TO BE CONTINUED TO PART 2: IBU]

*** http://www.facebook.com/kayukompas ***

1 komentar:

  1. Sebuah dukungan untuk anak-anak tak berdosa yang dicap sebagai "Anak Haram". Say "No to Abortion!".

    BalasHapus